Profil Desa Tanggeran
Ketahui informasi secara rinci Desa Tanggeran mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Tanggeran, Sruweng, Kebumen. Mengupas tuntas potret kehidupan masyarakat di tepian Sungai Luk Ulo, menyoroti dinamika ekonomi pertanian dan penambangan pasir, serta tantangan utama dalam mitigasi bencana banjir yang menjadi bagian dari siklus
-
Kehidupan Bersama Sungai Luk Ulo
Seluruh aspek kehidupan desa, mulai dari geografi, ekonomi, hingga risiko bencana, secara fundamental dibentuk dan dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Luk Ulo yang melintasinya.
-
Perekonomian Berbasis Sungai
Perekonomian desa ditopang oleh dua sektor utama yang berasal dari sungai: pertanian di lahan aluvial yang subur dan aktivitas penambangan pasir sebagai sumber pendapatan non-pertanian.
-
Tantangan Utama Mitigasi Bencana
Dikenal sebagai salah satu desa yang paling rawan terdampak luapan Sungai Luk Ulo, menjadikan program mitigasi bencana banjir sebagai prioritas utama dan tantangan berkelanjutan bagi pemerintah dan masyarakat desa.
Terletak di sepanjang tepian salah satu sungai terbesar dan paling bersejarah di Kebumen, Sungai Luk Ulo, Desa Tanggeran di Kecamatan Sruweng menjalani ritme kehidupan yang unik dan penuh tantangan. Bagi masyarakatnya, sungai bukan hanya sekadar lanskap geografis, melainkan pusat dari seluruh denyut nadi kehidupan. Ia adalah sumber kesuburan bagi lahan pertanian, ladang penghidupan melalui kekayaan pasirnya, sekaligus ancaman rutin yang membawa bencana banjir. Profil ini mengupas secara mendalam potret Desa Tanggeran, sebuah komunitas tangguh yang hidup dalam simbiosis kompleks dengan sungai.
Geografi Desa di Pelukan Sungai Luk Ulo
Geografi Desa Tanggeran secara fundamental dibentuk oleh aliran Sungai Luk Ulo. Sebagian besar wilayah desa terhampar di bantaran sungai, dengan pemukiman dan lahan pertanian terkonsentrasi di area dataran aluvial yang subur. Kondisi ini membuat struktur tanah di desa ini sangat ideal untuk pertanian, namun di sisi lain menempatkannya di posisi yang sangat rentan terhadap erosi dan luapan air.Desa Tanggeran memiliki luas wilayah sekitar 110 hektar. Berdasarkan data kependudukan terbaru, desa ini dihuni oleh 2.515 jiwa. Dengan luasan tersebut, tingkat kepadatan penduduknya mencapai sekitar 2.286 jiwa per kilometer persegi. Wilayah desa ini terbagi menjadi beberapa dusun yang kehidupan warganya sangat lekat dengan aktivitas sungai.Secara administratif, Desa Tanggeran berbatasan langsung dengan desa-desa lain di Kecamatan Sruweng. Di sebelah utara, desa ini berbatasan dengan Desa Sidoagung. Batas di sebelah selatan ialah Desa Klepusanggar, yang konektivitasnya sangat bergantung pada infrastruktur jembatan penyeberangan sungai. Sementara di sebelah timur berbatasan dengan Desa Karangjambu dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Giwangretno.
Tata Kelola Pemerintahan di Wilayah Rawan Bencana
Pemerintah Desa Tanggeran menjalankan roda pemerintahan dengan tantangan utama yang selalu ada di depan mata: mitigasi bencana banjir. Isu ini menjadi prioritas utama dalam setiap musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes). Kebijakan dan alokasi anggaran desa banyak diarahkan untuk program-program yang bersifat preventif dan kuratif terkait bencana.Upaya yang dilakukan antara lain pengajuan proposal pembangunan tanggul atau talud penahan tebing sungai kepada pemerintah kabupaten dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS). Di tingkat desa, pemerintah aktif membentuk dan membina kelompok masyarakat siaga bencana, seperti program Desa Tangguh Bencana (Destana), yang melatih warga untuk memiliki kesiapan dalam menghadapi dan menanggulangi bencana secara mandiri sebelum bantuan dari luar tiba."Bagi kami, hidup berdampingan dengan Sungai Luk Ulo adalah sebuah keniscayaan. Prioritas kami adalah bagaimana meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan warga, serta terus mendorong pembangunan infrastruktur pengendali banjir agar kerugian dapat diminimalkan saat luapan terjadi," ungkap seorang perwakilan pemerintah desa. Pernyataan ini menegaskan fokus tata kelola desa yang sangat berorientasi pada manajemen risiko.
Perekonomian Dua Sisi: Anugerah Pasir dan Kesuburan Tanah
Perekonomian Desa Tanggeran ditopang oleh dua sektor utama yang keduanya bersumber dari Sungai Luk Ulo. Ini menciptakan sebuah model ekonomi yang memberikan anugerah sekaligus mengandung risiko.Pertama, sektor pertanian. Lahan di sepanjang bantaran sungai merupakan tanah aluvial yang sangat subur akibat endapan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai selama ribuan tahun. Para petani memanfaatkan kesuburan ini untuk menanam padi dan palawija dengan produktivitas yang relatif tinggi. Hasil pertanian menjadi sumber utama ketahanan pangan dan pendapatan bagi sebagian besar keluarga. Namun para petani ini juga harus siap menghadapi risiko gagal panen total setiap kali sungai meluap dan merendam sawah mereka.Kedua, sektor penambangan pasir. Sungai Luk Ulo dikenal sebagai salah satu penghasil pasir bangunan berkualitas terbaik di Kebumen. Aktivitas penambangan pasir, baik secara tradisional maupun menggunakan mesin sedot, menjadi sumber pendapatan non-pertanian yang signifikan bagi banyak warga, terutama bagi mereka yang tidak memiliki lahan garapan. Sektor ini menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari penambang, pengemudi truk, hingga pedagang. Namun, aktivitas ini juga membawa dilema. Penambangan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan ekosistem sungai, degradasi tebing, dan diyakini oleh banyak pihak turut mempercepat erosi serta memperparah dampak banjir.
Wajah Sosial Masyarakat yang Tangguh dan Adaptif
Pengalaman hidup selama beberapa generasi di bawah ancaman bencana yang sama telah membentuk karakter sosial masyarakat Desa Tanggeran yang sangat kuat. Semangat gotong royong, solidaritas, dan kepedulian sosial bukan hanya slogan, melainkan praktik hidup sehari-hari. Ketika tanda-tanda air sungai akan naik, warga secara otomatis akan saling menginformasikan dan membantu mengamankan harta benda serta ternak. Saat banjir benar-benar terjadi, mereka akan bahu-membahu dalam proses evakuasi dan penanganan pasca-bencana.Ikatan sosial yang kuat ini menjadi modal utama ketahanan atau resiliensi masyarakat. Mereka tidak mudah menyerah pada keadaan dan telah mengembangkan kearifan lokal dalam membaca tanda-tanda alam serta cara beradaptasi dengan siklus banjir yang rutin.
Infrastruktur Kritis dan Tantangan Konektivitas
Salah satu kerentanan terbesar Desa Tanggeran terletak pada infrastruktur vitalnya, terutama jembatan. Jembatan bukan hanya berfungsi sebagai sarana penyeberangan, tetapi juga sebagai urat nadi ekonomi dan sosial yang menghubungkan Tanggeran dengan desa-desa lain. Peristiwa putusnya jembatan penghubung ke Desa Klepusanggar akibat terjangan banjir pada akhir 2024 menjadi bukti nyata betapa rapuhnya konektivitas wilayah ini. Pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap terjangan arus sungai menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendesak.
Proyeksi Masa Depan: Menuju Harmoni dengan Sungai
Masa depan Desa Tanggeran sangat bergantung pada kemampuannya untuk mentransformasi hubungannya dengan Sungai Luk Ulo, dari yang semula bersifat pasrah dan reaktif menjadi proaktif dan harmonis. Visi pembangunan ke depan harus berfokus pada pendekatan manajemen sungai yang terintegrasi.Ini mencakup beberapa aspek. Pertama, penataan dan regulasi aktivitas penambangan pasir yang lebih ketat untuk memastikan keberlanjutan lingkungan. Kedua, percepatan pembangunan infrastruktur pengendali banjir seperti tanggul permanen dan normalisasi sungai. Ketiga, diversifikasi ekonomi ke sektor-sektor yang tidak terlalu rentan terhadap banjir, misalnya melalui pengembangan UMKM atau jasa. Keempat, penguatan program Desa Tangguh Bencana secara berkelanjutan, termasuk pemasangan sistem peringatan dini (EWS) yang efektif.Sebagai kesimpulan, Desa Tanggeran adalah sebuah mikrokosmos dari potret kehidupan masyarakat di tepi sungai besar. Kehidupan mereka adalah cerminan dari dialektika abadi antara manusia dan alam. Dengan modal sosial yang luar biasa dan semangat untuk bertahan hidup yang telah teruji oleh waktu, Desa Tanggeran memiliki potensi untuk menjadi contoh dalam pengelolaan wilayah bantaran sungai yang tangguh dan berkelanjutan.
